Kamis, 26 Januari 2012

0

MAKALAH tentang aliran al-mutazilah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang munculnya aliran Mu’tazilah Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh Manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah). B. Rumusan Masalah Apa itu Mu’tazilah ? Ajaran apa saja yang terkandung didalam aliran Mu’tazilah ? Apa asal-usul munculnya ajaran al-mu’tazilah ? Siapa Tokoh-Tokoh dalam Aliran Mu’tazilah ? BAB II PEMBAHASAN A. Asal-usul Kemunculannya Menurut harfiahnya, asal kata dari mu’tazilah ialah kata إعْتـَزَلَ " " yang mempunyai makna berpisah atau memisahkan diri, menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah mu’tazilah menunjuk pada 2 golongan, yakni: 1. Golongan Mu’tazilah I, yakni sebagai golongan yang respon politiknya murni. Dimaksudkan dmikian karena golongan ini tumbuh sebagai golongan yang netral politik. Mereka bersikap lunak terhadap pertentangan yang terjadi antara ali dan lawan-lawannya. 2. Golongan Mu’tazilah II, yakni golongan sebagai golongan yang respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan khawarij dan murji’ah, akibat adanya peristiwa tahkim. Mereka muncul karena berbeda pendapat dengan khawarij dan murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar. Secara pemikiran teologi islam, asal-usul kemunculan aliran mu’tazilah ini diawali dengan penstatusan pelaku dosa besar. اْلأُصُوْلُ اْلخَمْـسَةُ (lima ajaran dasar teologi Mu’tazilah) 1. التَّوْحِيْدُ (peng-Esaan Tuhan) Tauhid adalah dasar agama islam yang pertama dan utama. Sebenarnya tauhid ini bukan monopoli aliran mu’tazilah saja, tetapi ia menjadi milik setiap orang islam. Hanya saja aliran mu’tazilah mempunyai tafsir yang khusus, sedemikian rupa dan mereka mempertahankannya, sehingga mereka menekan diri mereka sebagai Ahlul Adli Wat Tauhid. Tauhid yang mereka pakai itu merupakan prinsip utama dalam aliran Mu’tazilah. Sampai-sampai mereka menolak konsep-konsep sebagai berikut: Tuhan memiliki sifat. Hal yang mereka percayai, sifat ialah sesuatu yang melekat. Sedangkan Tuhan (dalam hal ini Allah), ialah قـَدِيْمٌ (Dzat yang terdahulu). Penggambaran fisik (antromorfisme tajassum). Mereka berlandaskan atas firman Allah, yakni: لَيْسَ كَمِثـْلِهِ شَيْءٌ ( ا لشورى : ۹ ) Yang artinya: “ tak ada satu pun yang menyamai-Nya”. ( Asy-syura : 9 ) Tuhan dapat dilihat dengan mata karena Tuhan merupakan immateri (tidak tersusun dari unsur, tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan juga tidak berbentuk). Jadi dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa sangat tampak betapa aliran mu’tazilah itu menyusun jalan pikirannya secara filosofis yang jilimet, dan kadang bertentangan dengan apa yang sudah ditanamkan dalam keyakinan kita sebagai seorang muslim. 2. العَدْ لُ (Tuhan Maha Adil/adil) Allah itu selalu adil dalam tiap-tiap janji-Nya. Oleh karena itu, aliran Mu’tazilah percaya akan adanya surga dan neraka yang merupakan salah satu balasan dari janji Tuhan mereka. Di dalam ajaran dasar yang kedua ini, dipercayai akan adanya keterkaitan yakni: Perbuatan manusia. Manusia melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, secara langsung atau pun tidak. Dan yang terpenting ialah Tuhan itu hanya menyuruh kepada hal yang baik. الصحيح والأصح (الأصلح) (Berbuat baik dan terbaik). Disini Tuhan itu memiliki kewajiban untuk berbuat baik , bahkan yang terbaik bagi manusia. Mengutus Rasul merupakan kewajiban Tuhan, karena alasan-alasan sebagai berikut :  Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan untuk mewujudkannya maka Tuhan mengutus rasul kepada mereka.  Tuhan memberi belas kasih kepada manusia. (Asy-syu’ara : 29), cara terbaik ialah dengan mengutus rasul.  Tujuan diciptakannya manusia ialah beribadah kepada-Nya. Jalan untuk berhasil mencapai tujuan tersebut ialah mengutus rasul. 3. الوَعْدُ وَالْوَعِـْيدُ (janji dan ancaman). Tuhan berjanji akan memberi pahala dan mengancam akan menjatuhkan siksaan, pasti dilaksanakan, karena Tuhan sudah menjanjikan demikian. Siapa yang berbuat baik maka dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya mereka yang berbuat kejahatan akan dibalas dengan kejahatan pula. Sebagaimana yang mereka (aliran mu’tazilah) katakan: ثُمَّ رَبَطُوْاالَّثـوَابَ وَالْعِقَابَ بِالأَعْمِالِ رَبَطًا حَتْمًا, وَغَلاَ بَعْضُهَمْ فِى الَّتعْبِـيْرِ فَـقَالَ ؛ يَجِبُ عَلىَ اللهِ أنْ يُثـْبِتَ الْمُطِيْعَ وَيُعَاقَبَ مُرْتَكِبَ الْكَثِيْرَةِ, فَصَاحِبُ الْكَبِيْرَةِ إذَا مَاتَ وَلَمْ يَتُبْ لاَيَجُوْزُ أنْ يَعْفُوَااللهُ عَنْهُ لأَنَّهُ أوْعَدَ بِالْعِقَابِ عَلىَ الْكَبَائِرِ وَأخْبَرَ بِهِ. فَلَوْلَمْ يُعَاقِبْ لَزَمَ الْخَلْفُ فِى وَعِيْدِهِ, وَلأَنَّ الـَّطاعَاتِ وَالأَمْرَ بِهَا وَالْمَعَاصِى وَالـَّنهْيَ عَنْهَا. (هذا قول الإعتزال أي لقوم المعتـزلة) Yang artinya: ”kemudian mereka menghubngkan dengan ikatan yang kuat antara pahala dan siksaan itu dengan amat perbuatan. Sebagian Mu’tazilah keterlaluan pendiriannya, mengatakan: wajib bagi Allah memberi pahala bagi orang yang taat dan menyiksa orang berdosa besar. Orang yang berdosa besar apabila meninggal dan tidak bertaubat, Allah tidak boleh mengampuninya, karena Allah telah mengancam siksaan atas orang yang berdosa besar. Kalau seandainya tak menyiksanya, berarti Allah mengingkari ancaman-Nya. Taat kepada-Nya adalah perintah dan maksiat adalah larangan-Nya. (perkataan iktizal atau kaum mu’tazilah). Jadi, jika kita berlaku baik dan tidak melanggar apa yang telah tuhan berikan, maka Tuhan akan memberikan semua janji-janji-Nya, yakni Surga. Berlaku begitu juga sebaliknya siapa yang melanggar maka neraka selalu menanti. Kata-kata تَوْبَة ًًنَصُوْحًا (taubat yang sebenar-benarnya) itu berlaku dalam aliran mu’tazilah. Ini bertujuan mendorong manusia agar berbuat baik dan tidak berbuat dosa. 4. الْمَنْـزِلَةُ بَيْنَ الْمَنْـِزلَتـَيْنِ (tempat diantara dua tempat). Washil bin Atho’ mengatakan bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar selain musyrik dan belum sempat bertobat, maka ia tidak dikatakan mukmin dan tidak juga kafir.Tetapi Ia dianggap fasik, yang mana fasik itu terletak antara iman dan kafir. Sebagaimana yang telah diucapkan oleh aliran iktizal (kaum mu’tazilah) ialah: إِنَّ الْكَبَائِرَ بَعْضَهَا يَصِلُ مِنْ كِبْرِهِ إلىَ حَدِّ الْكُـفْرِ, فَمَنْ شـَبَّهَ اللهُ بِخَلْقِهِ أوْ جَوَّزّهُ فِى حُكْمِهِ أوْ كَذَّبَهُ فِى خَبَرِهِ فَقَدْ كَفَرَ, وَهُنَاكَ كَبَائِرُ أقـَلُّ مِنْهَا الْمَنْزِلَةُ. وَهَذِهِ الْكَبَائِرُ يُسَمَّى مُرْتَكِبُهَا فَاسِقًا, وَالْفِسْقُ مَنْزِلَة ٌ بَيْنَ الْمَنْزِلَتَيْنِ, لاَ كُفْرَ وِلاَ إيْمَانَ, فَـالْفَاسِقُ لَيْسَ مُؤْمِنًا وَلاَ كَافِرًا, بَلْ هُوَ فِى مَنْزِلَةٍ بَيْنَ الْمَنْزِلَتَـيْنِ. ( هذا قول الإعتزال أي لقوم المعتـزلة ) Yang artinya: “sesungguhnya dosa besar sebagiannya sampai ke batas kufur. Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nyaatau memperbolehkan sesuatu yang diharamkan atau mendustakan firman-Nya dia benar-benar kufur. Ini adalah dosa besar, paling sedikit berada pada suartu tempat. Dosa-dosa besar ini pelakunya dinamakan fasiq. Fasiq itu berada pada suatu tempat di antara dua tempat, tidak kufur dan tidak pula beriman. Orang yang fasiq bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada pada suatu tempat di antara dua tempat. (perkataan iktizal atau kaum mu’tazilah). Maka dari perkataan di atas bahwa yang dimaksud bukan mukmin mutlak karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan. Bukan pula kafir mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, rasul-Nya dan masih mengerjakan pekerjaan yang baik. Jika sebelum meinggal belum bertobat, maka ia akan kekal di dalam neraka selamanya. Fasik juga akan disiksa dengan dimasukan ke dalam neraka. Namun, siksanya lebih ringan dari pada kafir. Inilah yang mendorong agar manusia tidak menyepelekan perbuatan dosa, terutama dosa besar. 5. الأَمْرُ بِالْمَعْـرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ (‘amar ma’ruf nahi mungkar). Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada lapangan tauhid. Tapi sejarah menunjukkkan betapa gigihnya kaum mu’tazilah itu mempertahankan Islam, memberantas kesesatan, untuk melaksanakan suatu ‘amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaiman yang telah difirman oleh Allah SWT.: وَلْتَـكُنْ مِّنْكُمْ أمًّة ٌ يَّدْعُوْنَ إِلىَ الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ قلى وَأولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنِ (أل عمران ؛ ١٠٤) Dari ayat dia atas terdapat syarat-syarat yang harus mukmin penuhi dalam melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar ini, yaitu :  Mengetahi bahwa yang disuruh ialah ma’ruf (benar) dan yang dilarang ialah munkar (kejelekan).  Mengetahui kemungkaran telah nyata dilakukan orang.  Mengetahui perbuatan amal m’ruf nhi munkar tidak membawa mudarat yang lebih besar.  Mengetahui/menduga bahwa tindakan tidak membahayakan dirinya ataupun hartanya. Yang perlu digaris bawahi bahwasannya dari aliran Mu’taziah ialah dalam setiap melaksanakan ajaran-Nya termasuk dalam hal ‘amar ma’ruf nahi mungkar, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan, meskipun terhadap sesama golongan Islam, karena mereka berpegang teguh dengan pendapat mereka, meskipun bertentangan dengan apa yang difirmankan oleh Allah ta’ala di atas. Dengan kata lain jika memang diperlukan kekerasan maka mereka akan menempuhnya. Sampai sejarah telah memberikan ciri-ciri khusus daripada kaum Mu’tazilah, yaitu: suka berdebat, terutama dihadapan umum. Mereka yakin akan kekuatan akal fikiran yang mereka miliki, karena itulah mereka suka berdebat dengan siapa saja yang berbeda pendapat dengannya. B. Tokoh-Tokoh dalam Aliran Mu’tazilah 1. Pergerakan Mu’tazilah yang berada di Bashrah, pada permulaan abad II H, dipimpin oleh:  Washil bin athan (m. 131 H).  Amr bin Ubaid (m. 144 H). 2. Pergerakan Mu’tazilah yang berada di Bashrah, pada permulaan abad III H, dipimpin oleh:  Abu al-Hudzail Al Allaf (m. 235 H).  Ibrahim bin Sayyar An Naddham (m. 221 H).  Abu Basyar Al Marisi (m. 218 H).  Ibnu Al Mu’ammar (m. 210 H).  Abu Ali Al Juba’i (m. 313 H). 3. Pergerakan Mu’tazilah yang berada di Baghdad, dipimpin oleh:  Basyar bin Al Mu’tamar  Abu Musa Al Murdan  Ahmad bin Abi Dawud (m. 240 H).  Ja’far bin Mubasysyar (m. 234 H).  Ja’far bin Harib Al Hamdani (m. 235 H). Adapun ulama-ulama yang terkenal dan berpengaruh dalam aliran Mu’tazilah, yaitu:  Utsman Al Jahiz (m. 255 H), mengarang kitab Al Hiwan.  Syarif Radli (m. 406 H), mengarang kitab Majazul Qur’an.  Abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan Qadlil Qudlot, mengarang kitab Syarah Ushulil Khamsah.  Zamakhsyari (m. 528 H), mengarang kitab tafsir Al Kasysyaf. Ibnu Abi Haddad (m. 655 H), mengarang kitab Syarah Najhul Balaghah. BAB III ANALISIS Dalam pembahasan diatas kita dapat mengkalsifikasikan mana saja aliran yang mempunyai pandangan yang sama dan yang mana saja aliran yang punya pandangan berbeda mengenai status mu’min yang berdosa besar Aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin, menjelaskan bahwa andai kata pelaku dosa besar dimasukan kedalam neraka, ia tak akan kekal di dalamnya. Sebaliknya aliran yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan lagi mukmin berpendapat bahwa di akhirat ia akan dimasukan ke neraka dan kekal di dalamnya. Ini diwakili oleh Khawarij dan Mu’tazilah, meskipun antara keduanya terdapat perbedaan yang tegas. Bahwa Khawarij memandang pelaku dosa besar adalah kafir bahkan dikatakan musyrik, dan akan dimasukkan didalam neraka untuk selamanya sebagaimana hukuman yang serupa untuk orang-orang kafir, sementara Mu’tazilah memandang pelaku dosa besar sebagai fasik yaitu diantara mu’min dan kafir dan akan dimasukkan kedalam neraka untuk selama-lamanya namun hukumannya tak seberat, tak sepedih yang dialami oleh orang-orang kafir. Perbedaan pandangan mengenai pelaku dosa besar, jika di tinjau dari sudut pandang wa’d wa’id, dapat diklasifikasikan menjadi dua kubu utama, yaitu kubu radikal dan kubu moderat. Kubu radikal diwakili oleh khawarij dan Mu’tazila, sementara sisanya merupakan kubu moderat BAB IV Penutup Demikianlah sekilas pembahasan tentang Aliran Mu’tazilah yang lahir dan tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Aliran Mu’tazilah yang selalu membawa persoalan-persoalan teologi banyak memakai akal dan logika sehingga mereka dijuluki sebagai “kaum rasionalis Islam“. Penghargaan mereka yang tinggi terhadap akal dan logika menyebabkan timbul banyak perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri, hal ini disebabkan keberagaman akal manusia dalam berfikir. Bahkan perbedaan tersebut telah melahirkan sub-sub sekte (aliran) mu’tazilah “baru” yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap sub sekte memiliki corak pemikiran tersendiri yang ditentukan oleh corak pemikiran pimpinan sub sekte tersebut. Al-Baghdady dalam kitabnya “al-farqu bainal firaqi” menyebutkan bahwa aliran Mu’tazilah ini telah terpecah menjadi 22 golongan. Dalam perjalanannya, aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini banyak mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan pengikut Mazhab Hambali. Bahkan sepeninggal Khalifah Al-Ma’mun dari Bani Abbasiyah tahun 833 M, syi’ar Mu’tazilah semakin berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada 856 M. Perlawanan terhadap Mu’tazilah pun tetap berlangsung. Mereka (yang menentang) kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al-Asy’ariah. A. KEIMPULAN Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran Mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan Mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. B. Saran Harapan saya kepada para pembaca agar mengamalkan setiap ilmu yang diperoleh agar ilmu tersebut tidak sia-sia. Harapan saya kepada para pembaca khusus bagi guru pembimbing agar studi kiranya memperbaiki setiap kesalahan / kesimpulan baik disengaja maupun tidak disengaja. Dalam uraian isi makalah ini khususnya, dan para murid umumnya. DAFTAR PUSTAKA http://curahmalang-curahmalang.blogspot.com/2011/03/makalah-aliran-mutazilah.html http://www.anakciremai.com/2009/04/makalah-ilmu-kalam-tentang-aliran.html http://id.wikipedia.org/wiki/Mu%27taziliyah http://tinakh68.blogspot.com/2010/11/aliran-mutazilah.html

0 komentar:

Posting Komentar